Kamis, 19 November 2009

aku nemuin artikel bagus nihh (*menurut aku lohh) dari KabarIndonesia.com ..tentang menjamurnya handphone yang membawa pengaruh buruk bagi chanel disekitarnya ..liat ajah tuh sekarang siapa saja di berbagai kalangan lah handphone sudah menjadi suatu menjadi kebutuhann tapi ngeliat dampak maraknya teknolog komunikasi ini ternyata bikin bisnis wartel jadi mati.


Tiga orang remaja perempuan berpakaian seragam SMA di sebuah kafe internet di kawasan Jalan Ahmad Yani Kampung Cina Bukittinggi siang itu terlihat santai duduk di ruang tunggu kafe. Mereka antre akan memakai internet. Siang itu pengunjung kafe cukup ramai. Mayoritas remaja usia SMP dan SMA.
Meski antre sejam dua jam, namun tak sedikit pun tampak kejenuhan di wajah mereka. Sesekali terdengar gelak canda tawa mereka. Menghilangkan kejenuhan, ketiga siswi salah satu SMA favorit di Bukittinggi itu bercengkrama. Ngalor ngidul kesana kemari. Hingga pembicaraan mereka terdengar serius ketika membahas tentang alat telekomunikasi yang mereka punya; handphone (HP). “Tika, pake XL aja, tarifnya murah lho,” kata siswi berhidung mancung.



“Sama aja, Re. Aku tetap pake Simpati, lebih hemat menurutku,” jawab siswi bermata sipit yang dipanggil Tika. “Sejak pertama pake HP, aku malah betah pake Mentari,” timpal temannya yang satu lagi.


Pembicaraan mereka selanjutnya mengarah pada soal perang tarif yang gencar dilakukan operator telepon seluler yang marak akhir-akhir ini. Tak hanya soal tarif, mereka juga bicara soal berbagai kemudahan teknologi dari alat komunikasi mini yang mereka punya, mulai dari fitur-fitur menarik di handphone, maupun handphone yang difasilitasi radio, kamera, internet, bahkan televisi.


Semua kemudahan yang diberikan telepon seluler itu membuat mereka lupa, bahkan semua orang, bahwa bisnis warung telekomunikasi (wartel) pernah jaya di masanya sebelum telepon seluler menjamur bak cendawan di musim hujan. Teknologi yang terus berkembang itu, menyebabkan bisnis wartel satu persatu tumbang bahkan mulai dilupakan orang.


Adalah Reno (34), pengusaha wartel “Bunga” di simpang Tarok Bukittinggi yang telah menjalani bisnis wartel sejak 1999, mengaku tahun-tahun terakhir adalah tahun muramnya bisnis wartel yang dia geluti. Padahal, katanya, jika mengenang kejayaan bisnisnya itu, ia bisa mengantongi income sehari Rp700 ribu hingga Rp1 juta. Dia memiliki tujuh bilik telepon umum. Fasilitis wartelnya lokal, interlokal, handphone, bahkan pengiriman faximil.


“Sekarang jangankan Rp1 juta, seratus ribu saja sehari susah. Bahkan pernah dalam sehari tidak ada orang yang pakai wartel saya,” keluh Reno, didampingi Tika (19), karyawan wartelnya ketika diwawancarai KabarIndonesia beberapa hari lalu. Namun, pengusaha memang tak pernah kehabisan ide mengembangkan bisnisnya. Itulah yang dilakukan Reno. Meski tak bisa mengharapkan lagi dari bisnis wartelnya, iapun membuka bisnis lainnya, yaitu fotocopy dan menjual alat-alat perkantoran (ATK).

Memang tak ada yang bisa melarang perkembangan teknologi yang dari hari ke hari terus maju. Perkembangan itu pun telah memberikan kemudahan pada banyak orang. Kalaulah dulu wartel pernah jaya di masanya, kini kejayaan itu diraih telepon seluler.


Namun siapa yang akan bisa menerka, jika suatu saat nanti orang tak lagi menggunakan telepon seluler, namun menggunakan alat yang lebih canggih diatasnya.




2 komentar:

awank gtu mengatakan...

mmm..he eh lumayann nihh tulisann..
ta begitulahh adanya perkembangan teknologi

cinta moetz mengatakan...

jika ada wartel di skrg ini adalah suatu hal yg amat langka...tp wartel jgkdg msh dibutuhkan lohh..

Posting Komentar